Senin, 16 April 2012

TUGAS 4 (aspek hukum dalam ekonomi)

HUKUM PERIKATAN
1. Pengertian hukum perikatan
Hukum perikatan yang dalam bahasa belanda dikenal dengan sebutan verbintenis ternyata memiliki arti yang lebih luas  daripada perjanjian. Hal ini disebabkan karena hukum perikatanjuga mengatur suatu hubungan hukum yang tidak bersumber dari suatu persetujuan atau perjanjian. Hukum perikatan yang demikian timbul dari adanya perbuatan melanggar hukum “onrechtmatigedaad” dan perkataan yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan “zaakwaarneming”.

2. Dasar hukum perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
1.   Perikatan yang timbul dari persetujuan ( perjanjian )
2.   Perikatan yang timbul dari undang-undang
3.   Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (  onrechtmatige daad ) dan perwakilan sukarela ( zaakwaarneming )

Sumber perikatan berdasarkan undang-undang :
1.   Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
2.   Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
3.   Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.

3. Azas-azas dalam hukum perikatan
A. Asas Kebebasan Berkontrak
Seperti yang telah ditulis dalam pengantar buku ini, asas kebebasan dalam berkontrak terdiri dari:
  1. bebas untuk membuat atau tidak membuat suatu perjanjian,
  2. bebas untuk menentukan dengan siapa seseorang akan mengikatkan diri,
  3. bebas menentukan isi perjanjian dan syarat-syaratnya,
  4. bebas menentukan bentuk perjanjian,
  5. bebas menentukan terhadap hukum yang mana perjanjian itu akan tunduk.

Berdasarkan asas kebebasan berkontrak, ada banyak sekali jenis perjanjian yang kemudian dibagi menjadi dua golongan besar yaitu perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama.
Perjanjian bernama merupakan perjanjian yang sudah diatur secara khusus oleh pembentuk undang-undang dan diberi nama resmi. Perjanjian bernama terdiri dari

  1. Perjanjian yang terdapat dalam Buku III KUH Perdata Bab V — XVIII. Contohnya: jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, perjanjian kerja, persekutuan perdata,badan hukum. Hibah, penitipan barang, pinjam-pakai, pinjaman-pakai habis, bunga tetap, persetujuan untung-untungan, pemberian kuasa, penanggung dan perdamaian
  2. Perjanjian yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUNO). Contoh: perjanjian perwalian khusus, perjanjian jual beli perniagaan, makelar, dan asuransi.
  3. Perjanjian yang diatur dalam undang-undang khusus. Contoh: perseroan terbatas, perjanjian pengangkutan udara, koperasi, dan yayasan.
Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang belum ada hukum tambahannya sehingga kita boleh memberikan nama pada perjanjian tersebut misalnya perjanjian hagi hasil, perjanjian kredit, leasing, waralaba dan sebagainya

B. Asas Konsensualisme
Perjanjian dapat lahir, terjadi, timbul, dan berlaku sejak saat tercapainya kata sepakat diantara para pihak tanpa perlu adanya formalitas tertentu. Asas ini disimpulkan dari kata “perjanjian yang dibuat secara sah” dalam Pasal 1338 ayat (1)  Pasal 1320 angka 1 KUH Perdata.

C. Asas Pacta Sunt Servanda
Asas ini disebut sebagai asas kepastian hukum karena perjanjian yang dibuat secara sah mengikat sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.
Asas ini dapat disimpulkan dalam kata “berlaku sebagai undang¬undang bagi mereka yang membuatnya” dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH  Perdata

D. Asas Iktikad Baik
Asas ini diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang berbunyi “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini ada dua yaitu subjektif dan objektif.
Asas iktikad baik subjektif adalah kejujuran pada diri seseorang atau Mat baik yang bersih dari para pihak, sedangkan asas itikad balk objektif adalah pelaksanaan perjanjian itu harus mematuhi peraturan yang berlaku serta mengindahkan norma¬norma kepatutan dan kesusilaan

4. Wansprestasi dan Akibat-akibatnya
Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
  1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
  2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
  3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
  4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.


Akibat-akibat Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni

Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
  • Ganti rugi sering diperinci meliputi tinga unsure, yakni
  • Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak;
  • Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor;
  • Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.
Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.

Peralihan Risiko
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.

5. Hapusnya Perikatan

Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada 10 (sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :

a. Pembayaran merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela;

b. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;

c. Pembaharuan utang;

d. Perjumpaan utang atau kompensasi;

e. Percampuran utang;

f. Pembebasan utang;

g. Musnahnya barang yang terutang;

h. Batal/pembatalan;

i. Berlakunya suatu syarat batal;

j. Lewat waktu.

 sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar